Kanker yang di derita Bob Marley semakin parah, dan telah meluas ke otak, paru-paru, hati bahkan telah kehilangan fungsi kaki yang di sebabkan karena perawatan yang di tolaknya. Berat badannya terus menurun dan tak tampak lagi semangat pada wajahnya yang pucat. Atas desakan Rita dan Cedella akhirnya Bob Marley setuju untuk di Baptis di gereja ortodoks Ethiopia. Pada tanggal 4 November, Pembaptisan dilakukan pemimpin gereja Amerika, Archbishop Yesuhaq, dan diberi nama Barhane Selassie (Cahaya trintis suci). Karena tipisnya harapan hidup Bob Marley, Dr. Frazier menyarankan untuk melakukan pengobatan alternatif di Jerman, semacam terapi dengan menggunakan pendekatan rohani. Bob Marley berangkat ke Jerman melalui London ditemani Rita, Cedella, Dr. Frazier, Alan Cole, dan Diane Jobson. Mereka tiba di klinik Bad Wiessee dan langsung menemui Dr.Josef Issels.
Pada ulang tahunya yang ke-36 di bulan Februari 1981, Bob Marley dikunjungi oleh anggota The Wailers, Tyrone Downie, Junior Marvin, dan Seeco Patterson (sementara itu di Jamaika, Bob Marley mendapatkan The Jamaikan Order of Merit, yang di serahkan oleh pemerintahan Edward Seaga kepada anak laki-laki tertuanya, Ziggy Marley. Sesuatu yang disembunyikan menyangkut kesehatan Bob Marley akhirnya terbongkar juga pada akhir 1980, Media mengetahui tenteng penyakit yang di derita Bob Marley. Media mengetahui Bob Marley berada di Jerman, dan sedang sekarat dengan kanker yang dideritanya. Kondisi Bob Marley semakin memprihatinkan, dia tak mampu lagi untuk makan, minum, apalagi untuk berjalan. Beberapa hari berikutnya, tepatnya tanggal 3 Mei, Dr. Josef Issels mengabarkan kepada keluarganya tentang kondisi Bob Marley yang sama sekali tak lagi mempunyai harapan untuk hidup, dan memprediksikan bahwa usia Bob Marley tinggal hitungan hari. Ia menyarankan, demi ketenangan Bob Marley sebaiknya di bawa pulang selagi dia masih mempunyai kekuatan untuk itu. Bob Marley yang tak mampu bergerak lagi tetapi tetap sadar, ketika keluarganya membawanya ke Miami dengan Jet pribadi sewaan. Bob Marley langsung di bawa ke rumah sakit Cedars Of Lebanon, dan sama saja, Dokter di sana pun mengatakan hal yang sama tentang kemungkinan usianya yang tinggal menghitung hari. Rita terdiam, Cedella terdiam, Bob Marley pun terdiam, dalam “kesendirian” di “akhir dan awal” kehidupannya.
Hari senin, 11 Mei 1981, sekitar pukul 11.40 siang, diusianya yang ke-36, Bob Marley meninggal dunia. Hampir semua media mengabarkan hal ini, dan berita meninggalnya Bob Marley dengan cepat menyebar ke seantero dunia. Tubuhnya terbaring di rumahnya (Miami), dalam peti mati yang menjadi tempat peraduan terakhir dunianya. Kawan-kawan seperjuangannya, anggota The Wailers, Black Well, Danny Sims, bahkan Don Taylor yang pernah dipecatnya datang untuk memberi penghormatan. Delapan hari setelah kematiannya, jasad Bob Marley di pulangkan ke Jamaika. Upacara kenegaraan telah di persiapkan dan dilaksanakan oleh Pemerintahan Jamaika (Edward Seaga, JLP, partai pemenang pemilu yang bersekongkol dalam upaya pembunuhan Bob Marley). Pada hari rabu 20 mei, tubuh Bob Marley terbaring di arena nasional Kingston, lebih dari 40.000 penduduk Jamaika datang untuk meliahat jasad “sang nabi” yang diberi gelar Yang Mulia Robert Nesta Marley (gelar ini di berikan pada tahun 1975). Seluruh strata masyarakat berkabung atas kepergiannya.
Hari senin 21 mei 1981, iring-iringan mobil yang membawa jenazah Bob Marley melewati markas Tuff Gong di 59 Hope Road dan kembali ke arena nasional untuk pemakaman yang akan di laksanakan pada pukul 11.00 siang. The Wailers, Cedella, Rita, I-Threes, melakukan persembahan musikal. Khutbah di berikan oleh Gubernur Jendral Jamaika, Florizel Glasspole. Micheal Manley, Edward Seaga, dan sahabat-sahabat Bob Marley memberikan penghormatan kepada sang legenda. Akhirnya perwakilan dari Twelpe Tribe Of Israel mebawa kembali peti mati ke dalam iringan mobil, dan perlahan bergerak menuju tempat kelahiran Bob Marley di Nine Miles, St. Ann. Perjalanan menempuh jarak 50 mil, kiri kanan jalan di sesaki oleh penduduk yang seperti tak rela melepas kepergian pahlawannya.
Setelah sampai tujuan akhir, beberapa persiapan dilaksanakan dan peti mati Bob Marley dibawa ke atas puncak bukit di mana berdiri gubuk kecil tempat kelahiran Bob Marley. Di samping gubuk itu telah di bangun makam semen yang indah (semacam ruang bawah tanah) sebagai tempat untuk disemayamkannya jasad Bob Marley. Disaksikan Perdana Mentri dan penduduk St. Ann, Archbishop Yesuhaq mengumandangkan upacara terakhir diiringi lirih hymne yang di nyanyikan Rita dan Cedella, perlahan-lahan peti Bob Marley di turunkan, di tutup dan di semen bersam dengan Gibson Les Paul-nya (gitar kebanggaan Marley), sebuah bola sepak (olahraga kegemaran Marley), pucuk mariyuana, sebuah bible dan cincin kebanggaannya pemberian pangeran Ethiopia Asfa Wossen. Sempat terjadi adu argumen ketika prophet gad, (pimpinan sekte Twelpe Tribe of Israel), meminta cincin Lion Of Judah peninggalan Haile Selassie untuk di jaga oleh sektenya. Atas wasiat Bob Marley, cincin Lion Of Judah tetap melekat di jarinya, dikenakannya dalam peti mati, dan disemayamkan bersamanya.
Malam perlahan datang, seiring dengan kendaraan-kendaraan yang melaju menuruni perbukitan St. Ann, tampak beberapa orang Rastafarian tetap memilih tinggal, bermeditasi, dan berjaga di samping makam sang Legenda. Tapi buakan kematian! Karena selama tirani masih ada, “Sang Nabi” akan terus bersabda dengan syair-syairnya yang tak pernah terlupakan… Redemption song… This SONG OF FREEDOM!
Baca juga Part 1
Semoga Bermanfaat
Posting Komentar
Pembaca yang baik selalu meninggalkan jejak . Terima kasih karena telah menggunakan bahasa yang sopan pada form komentar