Ads 468x60px

Social Icons

Featured Posts

Latest Post
Tampilkan postingan dengan label MUSIC. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MUSIC. Tampilkan semua postingan

Biografi Bob Marley Part 2 (Kematian Sang Bintang)

Kanker yang di derita Bob Marley semakin parah, dan telah meluas ke otak, paru-paru, hati bahkan telah kehilangan fungsi kaki yang di sebabkan karena perawatan yang di tolaknya. Berat badannya terus menurun dan tak tampak lagi semangat pada wajahnya yang pucat. Atas desakan Rita dan Cedella akhirnya Bob Marley setuju untuk di Baptis di gereja ortodoks Ethiopia. Pada tanggal 4 November, Pembaptisan dilakukan  pemimpin gereja Amerika, Archbishop Yesuhaq, dan diberi nama Barhane Selassie (Cahaya trintis suci). Karena tipisnya harapan hidup Bob Marley, Dr. Frazier menyarankan untuk melakukan pengobatan alternatif di Jerman, semacam terapi dengan menggunakan pendekatan rohani. Bob Marley berangkat ke Jerman melalui London ditemani Rita, Cedella, Dr. Frazier, Alan Cole, dan Diane Jobson. Mereka tiba di klinik Bad Wiessee dan langsung menemui Dr.Josef Issels.

Pada ulang tahunya yang ke-36 di bulan Februari 1981, Bob Marley dikunjungi oleh anggota The Wailers, Tyrone Downie, Junior Marvin, dan Seeco Patterson (sementara itu di Jamaika, Bob Marley mendapatkan The Jamaikan Order of  Merit, yang di serahkan oleh pemerintahan Edward Seaga kepada anak laki-laki tertuanya, Ziggy Marley. Sesuatu yang disembunyikan menyangkut kesehatan Bob Marley akhirnya terbongkar juga pada akhir 1980, Media mengetahui tenteng penyakit yang di derita Bob Marley. Media mengetahui Bob Marley berada di Jerman, dan sedang sekarat dengan kanker yang dideritanya. Kondisi Bob Marley semakin memprihatinkan, dia tak mampu lagi untuk makan, minum, apalagi untuk berjalan. Beberapa hari berikutnya, tepatnya tanggal 3 Mei, Dr. Josef Issels mengabarkan kepada keluarganya tentang kondisi Bob Marley yang sama sekali tak lagi mempunyai harapan untuk hidup, dan memprediksikan bahwa usia Bob Marley tinggal hitungan hari. Ia menyarankan, demi ketenangan Bob Marley sebaiknya di bawa pulang selagi dia masih mempunyai kekuatan untuk itu. Bob Marley yang tak mampu bergerak lagi tetapi tetap sadar, ketika keluarganya membawanya ke Miami dengan Jet pribadi sewaan. Bob Marley langsung di bawa ke rumah sakit Cedars Of Lebanon, dan sama saja, Dokter di sana pun mengatakan hal yang sama tentang kemungkinan usianya yang tinggal menghitung hari. Rita terdiam, Cedella terdiam, Bob Marley pun terdiam, dalam “kesendirian” di “akhir dan awal” kehidupannya.

Hari senin, 11 Mei 1981, sekitar pukul 11.40 siang, diusianya yang ke-36, Bob Marley meninggal dunia. Hampir semua media mengabarkan hal ini, dan berita meninggalnya Bob Marley dengan cepat menyebar ke seantero dunia. Tubuhnya terbaring di rumahnya (Miami), dalam peti mati yang menjadi tempat peraduan terakhir dunianya. Kawan-kawan seperjuangannya, anggota The Wailers, Black Well, Danny Sims, bahkan Don Taylor yang pernah dipecatnya datang untuk memberi penghormatan. Delapan hari setelah kematiannya, jasad Bob Marley di pulangkan ke Jamaika. Upacara kenegaraan telah di persiapkan dan dilaksanakan oleh Pemerintahan Jamaika (Edward Seaga, JLP, partai pemenang pemilu yang bersekongkol dalam upaya pembunuhan Bob Marley). Pada hari rabu 20 mei, tubuh Bob Marley terbaring di arena nasional Kingston, lebih dari 40.000 penduduk Jamaika datang untuk meliahat jasad “sang nabi” yang diberi gelar Yang Mulia Robert Nesta Marley (gelar ini di berikan pada tahun 1975). Seluruh strata masyarakat berkabung atas kepergiannya.

Hari senin 21 mei 1981, iring-iringan mobil yang membawa jenazah Bob Marley melewati markas Tuff Gong di 59 Hope Road dan kembali ke arena nasional untuk pemakaman yang akan di laksanakan pada pukul 11.00 siang. The Wailers, Cedella, Rita, I-Threes, melakukan persembahan musikal. Khutbah di berikan oleh Gubernur Jendral Jamaika, Florizel Glasspole. Micheal Manley, Edward Seaga, dan sahabat-sahabat Bob Marley memberikan penghormatan kepada sang legenda. Akhirnya perwakilan dari  Twelpe Tribe Of Israel  mebawa kembali peti mati ke dalam iringan mobil, dan perlahan bergerak menuju tempat kelahiran Bob Marley di Nine Miles, St. Ann. Perjalanan menempuh jarak 50 mil, kiri kanan jalan di sesaki oleh penduduk yang seperti tak rela melepas kepergian pahlawannya.

Setelah sampai tujuan akhir, beberapa persiapan dilaksanakan dan peti mati Bob Marley dibawa ke atas puncak bukit di mana berdiri gubuk kecil tempat kelahiran Bob Marley. Di samping gubuk itu telah di bangun makam semen yang indah (semacam ruang bawah tanah) sebagai tempat untuk disemayamkannya jasad Bob Marley. Disaksikan Perdana Mentri dan penduduk St. Ann, Archbishop Yesuhaq mengumandangkan upacara terakhir diiringi lirih hymne yang di nyanyikan Rita dan Cedella, perlahan-lahan peti Bob Marley di turunkan, di tutup dan di semen bersam dengan Gibson Les Paul-nya (gitar kebanggaan Marley), sebuah bola sepak (olahraga kegemaran Marley), pucuk mariyuana, sebuah bible dan cincin kebanggaannya pemberian pangeran Ethiopia Asfa Wossen. Sempat terjadi adu argumen ketika prophet gad, (pimpinan sekte Twelpe Tribe of Israel), meminta cincin Lion Of Judah peninggalan  Haile Selassie untuk di jaga oleh sektenya. Atas wasiat Bob Marley, cincin Lion Of Judah tetap melekat di jarinya, dikenakannya dalam peti mati, dan disemayamkan bersamanya.

Malam perlahan datang, seiring dengan kendaraan-kendaraan yang melaju menuruni perbukitan St. Ann, tampak beberapa orang Rastafarian tetap memilih tinggal, bermeditasi, dan berjaga di samping makam sang Legenda. Tapi buakan kematian! Karena selama tirani masih ada, “Sang Nabi” akan terus bersabda dengan syair-syairnya yang tak pernah terlupakan… Redemption song… This SONG OF FREEDOM!

Baca juga Part 1
Semoga Bermanfaat

Biografi Bob Marley Part 1 (Lahirnya Musik Reggae)

Berbicara tentang Reggae pasti tidak akan pernah terlepas dari sosok Bob Marley. Namanya tercatat sebagai salah satu figur terpenting di dunia musik abad 20. Harus diakui, dikenalnya musik reggae di belantara dunia musik sangat di pengaruhi oleh sosok musisi ini. Terlahir denagn nama Robert Nesta Marley pada tanggal 6 Februari 1945 di Nine Miles, sebuah desa kecil di Jamaika. Lahir dari rahim seorang budak bernama Cedella Booker dan seorang ayah kulit putih bernama Norval Sinclair Marley, satu awal kisah hidup yang bermula dari ironi penindasan kaum kulit putih atsa budak hitam Jamaika. Karena perbedaan kulit ini, Norval Sinclair Marley memutuskan untuk meninggalkan Cedella dalam keadaan hamil, yang kelak akan melahirkan sosok pemusik legendaris di bumi ini.
Awal kehidupan Bob Marley sarat dengan penderitaan. Apalagi status budak yang mengalir dari darah ibunya secara pasti mengakrabkannya dengan kemiskinan dan keterbelakangan. Kondisi politik dan perekonomian Jamaika saat itu sungguh sangat memprihatinkan. Pemerintah kolonial yang semena-mena dan hanya memuliakan kroni-kroninya, sangat kontras dengan kehidupan para budak kulit hitam yang hidup dalam ruang kedap kemiskinan. Hal inilah yang membuat Cedella memutuskan untuk pindah dan bermukim di Kingston tepatnya di Trench Town, di rumah paman Bob Marley yang bernama Solomon.

Di kota inilah obsesinya terhadap dunia musik bermula. Dari jalanan Bob Marley mulai menepak pergaulan keras Kingston. Perkelahian geng, minuman keras dan penikaman sudah menjadi menu yang teramat biasa dalam kehidupan keseharian Kingston. Bob Marley yang telah tumbuh dewasa mulai berinteraksi dengan kehidupan ini, bahkan dikehidupan jalanan nama Bob Marley cukup disegani. Walaupun hanya berperawakan kecil(tinggi 163 cm), Bob Marley terkenal kuat dan mendapat gelar dari teman-temannya, “Tuff Gong”. Saat itu terkenal istilah Rude Bwai atau Rude Boy, kolompok anak-anak muda yang mencari identitas diri dengan menjadi berandalan Kingston. Musik menjadi inspirasi, pembangkit semanagt dan media perlawanan mereka akan kesemena-menaan pemerintah. Bob Marley banyak mendengarkan musik R&B dan Soul yang sedang berkembang, yang kemudian hari menjadi inspirasi irama Reggae, melalui siaran radio Jamaika dan Amerika. Selain itu di jalanan Kingston dia menikmati hentakan irama Ska yang merupakan spirit tersendiri bagi Bob Marley, dan kemudian mencoba memainkanya di studio-studio musik kecil di Kingston.

Joe Higgs, seorang musisi Jamaiaka yang mengelola sebuah “sound system” (Semacam radio dan studio keliling yang memainkan musik Amerika dan Jamaika), menjadi pemandu musik pertama Bob Marley. Bob Marley mulai bergaul dengan musisi-musisi Jamaika di Thrid Street sebuah komunitas musik milik Joe Higgs. Bersama denagn  Neville Bunny Livingston dan Peter Tosh, Bob Marley mulai belajar mendalamai musik di Third Street. Mereka berlatih lagu-lagu hits Amerika. Dan pada awal tahun1962 terbentuklah The Teenagers dengan personil yang terdiri dari Bob Marley, Bunny Livingstone, Peter Tosh, Beverly Kelso, Junior Braithwaite dan Cherry Smith. Disinilah Bob Marley menciptakan sebuah lagu denagn judul Judge Not dan mulai menawarkannya ke produser-produser rekaman di Kingston dan sekitarnya. Akhirnya dengan perjuangan yang cukup lama Bob Marley dan bandnya mendapatkan panggilan audisi dari Beverly’s, sebuah studio musik kepunyaan seorang produser Cina yang bernama Leslie Kong. Dalam audisi itu Bob Marley menyanyikan lagu Judge Not dan berakhir dengan tandatangan kontrak sebesar 20 poundsterling. Judge Not pun dirilis kemudian menyusul dua karya lainnya Terror dan One Cup of Coffe di tahun 1962. Atas kerjasama Leslie Kong dan Chriss Blackwell (Island Record), Judge Not  dan One Cup of Coffe mulai dipasarkan di Inggris walaupun pada akhirnya kurang laris akibat maraknya perkembangan musik di golongan kaum kulit putih sendiri. Adapun nama The Teenagers berganti dengan nama The Wailing Rude Boys kemudian berganti lagi menjadi The Wailing Wailers dan akhirnya memilih nama The Wailers sebagai nama band mereka. Beberapa sumber mengatakan sekitar tahun ini Bob Marley pernah menikah dengan seorang gadis yang bernama Cheryl Murray dan mempunyai keturunan bernama Imani Carole.

Selain sibuk dengan The Wailers, Bob Marley juga bekerja di Studio One (studio besar di Kingston) kepunyaan Clement Coxsone Dodd, seorang produser rekaman yang paling terkenal di Jamaiaka saat itu. Di studio One Bob Marley bertugas mencari dan mengaudisi pemusik-pemusik berbakat. Disela kesibukannya Bob Marley banyak menulis lirik lagu, salah satu lagunya yang berjudul Simmer Down (sebuah lagu yang bercerita tentang Rude boy) ditawarkan ke Tood. Tood tertarik dengan lagu Simmer down yang berirama ska yang telah terkenal saat itu. Diantaranya The Teenagers (band ska asuhan studio One), Rolando Alphonso (saxafone), pianis Jackie Minto dan seorang gitaris bernama Ernest Ranglin. The Wailers dengan hits Simmer Down menjadi terkenal di Jamaika. Bahkan Simmer Down menduduki tangga lagu teratas Jamaika pada tahun 1964. Keberhasilan inilah yang menbuat Clement Dodd mengikat The Wailers dengan kontrak 3 poundsterling perminggu untuk setiap anggota The Wailers. Tema lagu The Wailers saat itu mengangkat masalah-masalah rakyat kecil Jamaika. Penderitaan, kekerasan jalanan atau Rude Boys sampai pada pengucilan kaum ghetto Jamaika. Setelah hits  Simmer Down, menyusul kemudian It Hurts to be Alone dan Lonesome Feeling. Sama dengan Simmer Down, lagu inipun mampu menghentak tangga lagu Jamaika. Adapun saat itu Ska telah menjadi aliran musik yang sangat digandrungi dan melahirkan musisi-musisi terkenal Jamaika lainnya. Diantaranya Jimmy Cliff, Prince Buster, Byroon Lee & The Dragonaires dan Millie Small denagn hits My Boy Lollipop.

Geliat Musik Jamaika saat itu cukup berkembang. Radio-radio Jamaika dan Soundsystem aktif memutar lagu-lagu karya musisi-musisi Jamaika. Sementara itu hits-hits luar dengan mudah masuk dan diserap oleh para penikmat musik Jamaika dari siaran-siaran radio-radio Amerika. Diantaranya adalah Jhon Lennon, The Beatles serta Jr. Walkers & The Allstars yang kelak menginspirasi Bob marley dalam bermusik. Sementara itu formasi The Wailers mengalami perubahan penting dengan keluarnya Cherry, Junior Braithwaite serta Baverly Kelso. Sekitar tahun inilah (tepatnya 1965), Bob Marley berkenalan dengan Rita Anderson yang tergabung dalam  The Soulettes, pada saat menjadi pelatih musik di studio One. Perjalanan cinta yang cukup singkat tidak menjadi penghalang bagi Bob Marley dan Rita Anderson untuk memutuskan menikah pada tanggal 10 februari 1966. Keinginan Bob Marley untuk total di dunia musik serta memproduksi kaset sendiri menjadi alasan kepindahan Bob Marley ke Amerika untuk bekerja dan mengumpulkan modal. Di Amerika Bob Marley tinggal bersama ibunya yang telah pindah sebelumnya dan menikah dengan edward.
Sepeninggal Bob Marley pada 21 April 1966, Kaisar Ethiopia Haile Selassie yang menurut kepercayaan Rastafarian sebagai titisan Tuhan, melakukan kunjungan kenegaraan ke Jamaika. Ribuan manusia yang utamanya terdiri dari kaum kulit hitam tumpah ruah datang untuk melihat Sang Mesias yang menurut keyakinan mereka akan membawa kaum kulit hitam keperubahan menuju kemuliaan.
Dunia kerja Amerika yang sangat sulit apalagi Bob Marley sebagai imigran yang tidak mempunyai skill kerja yang memadai, membuat Bob Marley memutuskan untuk kembali ke Jamaika. The Wailers kembali berkumpul di studio One dan mulai melakukan aktivitas bermusiknya. Di Jamaika sendiri perkembangan musik yang terus berimpropisasi melahirkan gaya baru yang terkenal dengan sebutan Rocksteady. Konsep Rocksteady membawa ide baru untuk Ska. Beat Ska perlahan melambat menjadi ritme yang dikendalikan oleh Bass. Lahirlah Bend Down Low serta Mellow Mood dari The Wailers dan memutuskan album ini untuk dipasarkan sendiri secara independent.
Anggota The Wailers secara patungan akhirnya memiliki modal untuk membangun toko kaset kecil di Grenwich Park Road. Mereka menjual kaset-kaset The Wailers dan The Soulettes berkeliling di kota-kota dan daerah sekitar Kingston. Bahkan beberapa sumber mengatakan anggota The Wailers menjajakan kaset mereka berkeliling dengan menggunakan sepeda. Kemudian The Wailers membuat single berikutnya Bend Down Low-nya Bob Marley dan I’m The Thougest karya Peter Tosh dan memasarkannya di Inggris melalui Island Record atas bantuan dari Chriss Blackwell. Usaha dari The Wailers memasarkan dan memproduksi kaset mereka kurang mendapat rspon dari penikmat musik Jamaika saat itu. Sementara itu salah satu band dari studio One yaitu The Skatalist dengan hits The Gun of Navarone dan seorang musisi kulit hitam Desmond Dekker dengan hits Shanty Town berhasil melakukan terobosan dengan menembus tangga musik Inggris. Bob Marley akhirnya memilih untuk beristirahat sejenak dari kesibukan bermusik bersama Rita yang sebelumnya telah menjadi Rastafarian, Bob Marley memutuskan pindah ke St. Ann dan memperdalam Rastafarian-nya.
Bertani, menanam ganja kemudian menghisapnya sebagai meditasi, menjadi keseharian kehidupan Bob Marley. Rita akhirnya melahirkan seorang anak perempuan kemudian diberi nama Cedella, nama yang sama dengan ibunda Bob Marley. Kehidupan Rastafarian Bob Marley tetap diselangi dengan menuliskan syair-syair tentang kehidupan serta banyak hal tentang ajaran Rastafarian yang kelak akan menjadi ciri khas penulisan syair lagu Bob Marley. Kepercayaan Rastafarian sendiri dianggap sebagian masyarakat dan pemerintah sebagi ajaran yang meresahkan. Apalagi ganja yang menjadi bagian ritual Rastafarian membuat para anggotanya sering berurusan dengan aparat, termasuk diantaranya Bunny Livinston, Peter Tosh, dan Bob Marley sendiri. Disinilah Bob marley berkenalan dengan Mortimer Planno seorang tokoh Rastafarian yang kemudian mengenalkannya dengan Johny Nash. Johny Nash sendiri telah melahirkan hits Cupid, Hold Me Tight dan  You Got Soul yang membuat namanya terkenal dipercaturan musik Jamaika dan Amerika. Dan atas rekomendsi dari Johny Nash, Bob Marley mengikuti audisi yang dilakukan oleh Danny Sims. Audisi ini berhasil meyakinkan Danny Sims dan mengikat kerjasama dengan The Wailers untuk menuliskan lagu yang akan dibawakan oleh Johny Nash dibawah bendera JAD (lebel musik milik Nash).
Di Jamaika sendiri sekitar tahun 1968 mulai muncul trend musik baru dengan istilah Reggae. Reggae sendiri adalah kombinasi dari iringan tradisional Afrika, Amerika dan Blues serta folk (lagu rakyat) Jamaika. Nama Desmond Dekker saat itu menjadi buah bibir dikalangan pemusik Jamaika dan Amerika. Dengan hits Israelites, untuk pertama kalinya single Jamaika menduduki tangga nomer satu di Jamaika dan menempati jajaran 10 besar hits Amerika. Sementara itu Bob Marley mendapatkan tawaran lainnya dari Lee Perry untuk berkolaborasi dengan beberapa musisi diantaranya Aston Barret pada bass, Glen Adams (keyboard), Carlton Barret (drum) serta dengan The Upsetters. Kolaborasi ini menghasilkan single seperti Mr. Brown, Duppy Conqueror, dan  Soul Rebel. Kemudian menyusul Small Axe, Kaya, Lively Up Your Self, dan Don’t Rock my Boat (kolaborasi ini berlangsung antara tahun 1969-1970).
Dari beberapa kontrak The Wailers akhirnya Bob Marley mampu memproduseri album mereka sendiri. Kembali terjadi perubahan pada tubuh The Wailers, Aston Barret dan Carlton Barret (bersaudara), dan Tyronie Downie yang mengisi kekosongan pada keyboard sepeninggal Glen Adams ke Amerika. Lahirlah Trench Town Rock, Craven Choke, Puppy, dan Lick Samba yang mereka rekam di Dynamic Studio dan dipasarkan di bawah bendera “Tuff Gong”. Jalur musik internasional mulai mereka tepak dan The Wailers memutuskan pindah ke Inggris setelah mendapat tawaran dari CBS untuk menjadi band pengiring Johny Nash. The Wailers kemudian mengangkat  Brent Clarke menjadi manager mereka di Eropa. Lahirlah Stirt Up, You Purred Sugar Me, Guapa Jelly dalam senggang waktu kerja samanya dengan Johny Nash. Akhirnya pintu sukses muali terbuka setelah Chriss Blackwell mengikat kontrak dengan The Wailers dan mengucurkan dana 8000 poundsterling untuk pembuatan album di Island Record. Bukan hanya itu, “Tuff Gong” dipercayakan menjadi lebel sendiri di Jamaika sebagai bentuk kerjasama dengan Island Record. The wailers kembali ke Jamaika untuk mempersiapkan materi lagu dan melakukan penggubahan lagu-lagu mereka sebelumnya termasuk diantaranya Stirt Up. Setelah materi siap, Bob Marley membawanya ke Inggris dan menyempurnakannya di Island Record dan di bantu oleh seorang auditional Player Gitar bernama Wayne Perkins. Akhirnya pada bulan April 1973 The Wailers melahirkan debut pertama dibawah bendera Island Record dengan title Catch A Fire.
Walaupun tidak berhasil masuk ke tangga lagu Inggris, Catch A Fire mendapat respon yang cukup bagus dari penikamat musik Jamaika, Inggris dan Amerika. Beberapa media memberitakan tentang “kelahiran” The Wailers dalam percaturan musik internasional, diantaranya Melody Maker di Inggris dan majalah Rolling Stone. The Wailers menjalani tour pertama pada bulan April 1973 di Inggris kemudian bersiap-siap untuk jadwal tour berikutnya di Amerika. Satu kejadian yang sangat penting dari sejarah The Wailers terjadi menjelang awal tour Inggris. Bunny Livingstone yang merupakan salah satu pendiri The Wailers memilih memundurkan diri, dan akhirnya atas rekomendasi dari Peter Tosh mereka memasukan Joe Higgs untuk mengisi kekosongan selam tour di Amerika. Setelah perjalanan tour yang cukup melelahkan, The Wailers kembali keJamaika dan bermarkas di 56 Hope Road Kingston, sebuah kawasan permukiman elit yang dibeli oleh Chriss Blackwell untuk kantor “Tuff Gong” yang merupakan perwakilan Island Record di Jamaika. Kemudian kembali The Wailers mempersiapkan materi untuk album berikutnya. Hallelujah Time, Get Up Stand Up, I Shot the Sherrif, Burnin and Lootin menjadi materi untuk album kedua The Wailers dengan title Burnin’. Di tour Burnin’ inilah kembali The Wailers kehilangan salah satu pendirinya dengan keluarnya Peter Tosh. Kemudian menyusul lagi personil lainnya Wire Lindo meninggalkan Bob Marley denagn The Wailers-nya.
Kemungkinan yang terjadi dari keluarnya para personil awal dari The Wailers adalah sosok Bob Marley yang telah begitu mendominasi personil lainnya. Bahkan pada beberapa tour sebelumnya The Wailers malah sering disebut-sebut sebagi “Bob Marley and The Wailers”. Hal ini sangat mungkin terjadi, lika-liku panjang perjuangan Bunny Livingstone dan Peter Tosh menemani Bob Marley membentuk The Wailres, adalah legalitas bahwa The wailers bukan hanya Bob Marley. The Wailers memilih bertahan dengan memasukan beberapa personil baru. I-Threes (trio Rita Marley, Marcia Griffiths dan Judy Mowat) sebagai penyanyi latar, kemudian mengangkat Don Taylor sebagai manager baru. Formasi ini melahirkan Knotty Dread, Talkin’ Blues dan Road Block kemudian berlanjut lagi dengan persiapan album berikutnya dengan title Natty Dread yang bermaterikan lagu-lagu baru dan lagu lama yang dirilis ulang diantaranya Bend Down Low, Lively Up Your Self serta No Woman No Cry yang legendaris. Natty Dread dirilis pada Januari 1975, disinilah untuk pertama kalinya secara jelas managemen The wailers berganti nama menjadi Bob Marley and The Wailers. Popularitas Bob Marley mampu mengangkat penjualan album Natty Dread bahkan album Burnin’ dan  Catch A Fire yang telah diliris sebelumnya. Bob Marley dengan pesona Reggae dan sabda-sabda Rastafarian dalam lirik lagunya mampu menempatkan namanya sejajar dengan pemusik-pemusik terkenal saat itu. Tangga lagu Amerika ditepakinya, bahkan mereka menolak menjadi band pembuka untuk konser Rolling Stone. Tour Natty Dread di Amerika dan Inggris telah membawa Bob Marley sebagai seorang musisi dunia yang menghembuskan aroma Rastafarian dari setiap lenting ganja yang dihisapnya. Kecintaannya pada Kaisar Haile Selassie, Jah (Tuhan) Rastafarian, menginspirasi Marley untuk menulis lagu War yang sekaligus menjadi pertanda meninggalnya Kaisar Haile Selassie pada tanggal 27 Agustus 1974. Rastafarian berduka, tetapi mereka yakin dengan kepercayaan bahwa arwah Jah akan menyebar dan akan lahir kembali dalam sosok manusia lain yang terpilih. Kematian Haile Selassie menorehkan luka tersendiri pada diri Bob Marley. Peristiwa tersebut menginspirasinya untuk menuliskan lirik Jah Live yang kemudian terjual laris dibawah bendera Tuuf Gong. Lagu No Woman No Cry dirilis ulang oleh Chriss Blackwell dan mampu menduduki tangga lagu Jamaika, Inggris dan Amerika.
Perjalanan tour yang panjang mengharuskan Bob Marley jauh dari tanah kelahirannya. Sementara itu di Jamaika kisruh politik sedang berkecimuk. Pertikaian antara dua kubu politik yaitu PNP (People National Party) sebagai partai penguasa dengan JLP (Jamaican Labour Party). Dan pasti korbannya adalah rakyat jelata yang selalu menjadi tumbal keserakahan politik. Bob Marley termasuk menjadi korban penembakan saat itu yang terjadi di 56 Hope Road menjelang persiapan konser Smile Jamaica yang direncanakan pada tanggal 5 Desember 1976. Selain Bob Marley yang turut menjadi korban adalah gitaris Don Kinsey, manager John Taylor dan juga Rita Marley yang mengalami luka-luka pada kejadian itu. Atas suaka yang diberikan Micheal Manley sebagai perdana mentri dan Mentri Pemerintahan Tony Spaulding, konser Smile Jamaica tetap dilaksanakan. Ribuan orang datang memenuhi Outdoor National heroes Circle. Kesedihan Bob Marley akan tanah kelahirannya yang dilanda perang saudara, mengalir manis terwakili dari rintihan syir War yang menjadi tembang pembuka. Kemudian menyusul Trench Town Rock, Rastaman Vibration dan hits-hits lainnya. Konser selama kuarng lebih 90 menit sedikit mengobati luka-derita rakyat Jamaika yang akhirnya kembali memilih Micheal Manley sebagai perdana mentri pada pemilihan umum beberapa hari setelah konser Smile Jamaica berlangsung.

Setelah kejadian yang menyisakan trauma pada diri Bob Marley, Bob Marley and The Wailers untuk bermukim di Chelsea, Inggris. Persiapan materi untuk album berikutnya segera dirampungkan. Disela-sela kesibukan ini Bob Marley diundang oleh gereja ortodoks Ethiopia di London untuk dipertemukam dan dikenalkan dengan Asfa Wossan, pangeran Ethiopia yang merupakan cucu dari mendiang Kaisar Haile Selassie. Dalam pertemuan ini Asfa Wossan memberikan cincin Lion of Judah yang sebelumnya adalah kepunyaan Haile Selassie yang kelak akan menjadi barang kebanggaan Bob Marley dan dikenakannya sampai akhir hayatnya. Perjuangan Bob Marley dalam mengajarkan Rastafarian melalui syair-lagunya menjadi perhatian tersendiri bagi para pemuka-pemuka Rastafarian dan bahkan Bob Marley dianggap sebagai “The Prophet” (Sang Nabi) oleh para pemeluk kepercayaan ini. Bermaterikan beberapa lagu lama dan lagu baru (One Love, Medley, People Get Ready dan kisah asmaranya Bob Marley dengan Cindy Breakspeare, Waiting In Vain), Album Exodus diluncurkan pada bulan Mei 1977.

Disela-sela tour Exodus di Paris, Bob Marley mendapatkan kecelakaan pada saat bermain Bola dengan wartawan-wartawan Prancis. Jadwal tour yang padat dan ketidakpedulian Bob Marley pada lukanya mengakibatkan luka pada ibu jari kaki Bob Marley semakin serius. Karena luka yang semakin parah serta hasil visum dari dokter spesialis Inggris yang menyatakan ada infeksi dan bahkan telah ada sel kanker  malignan melanoma yang mengharuskan amputasi, Bob Marley memutuskan menunda tour Exodus di Amerika. Bob Marley memilih beristirahat di Vista Line Miami tanpa menghiraukan saran dokter untuk melakukan amputasi. Amputasi dalam ajaran Rastafarian adalah hal yang tidak dibenarkan. Dikatakan secara langsung oleh Bob Marley, “Rasta no abide amputation. I don’t allow a man to be dismantled” Rasta tidak memperkenankan amputasi dan aku tidak mengijinkan seorangpun menghancurkan kepercayaan itu. Dibawah perawatan dokter pribadinya Bob Marley menjalani pengobatan alternatif dengan mneggunakan pengobatan yang tentu saja tidak dilarang oleh Rastafarian yang dianutnya.

Setelah merasa cukup sehat, Marley kembali mempersiapkan tour dunia Bob Marley and The Wailers dengan mengusung Kaya dengan rute Amerika, Inggris, Prancis, Spanyol, Swedia, Denmark, Australia, Selandia Baru, dan berakhir di Jepang. Diantara kesibukan tour dunia ini, Bob Marley mendapat undangan dari Twelpe Tribes of Israel (sekte Rastafarian dimana Bob Marley menjadi anggotanya dan diberi nama Joseph), untuk menggelar konser perdamaian di Jamaika. Kecintaan akan tanah air dan keprihatinan Bob Marley terhadap perang saudara yang berlangsung, membuat Bob Marley antusias untuk ikut serta dalam acara suci ini.

Pada tanggal 22 April 1978 konser yang bertajuk The People Peace diselenggarakan. Tampak hadir dua kubu yang berseteru, Micheal Manley dan Edward Seaga serta tokoh-tokoh politik lainnya. Peter Tosh tampil sebagai musisi pembuka bernyanyi seraya menyulut dan menghisap ganja yang pada akhirnya ditangkap aparat setelah konser usai. Kemudian Bob Marley and The Wailers naik panggung disambut gemuruh sekitar 30.000 penonton. Trench Town Rock menjadi lagu pembuka, lagu War kemudian mengalir membasuh derita rakyat yang begitu bersemangat mengikuti setiap lagu yang dibawakan oleh Bob Marley and The Wailers. Bob Marley kemudian mengajak perdana mentri Jamaika Micheal Manley dan pimpinan oposisi JLP Edward Seaga untuk naik ke panggung. Diiringi lagu One Love,  Bob Marley yang diapit oleh kedua pimpinan kubu yang berseteru, mengangkat tangan kanan Micheal Manley dan Edward Seaga kemudian menyatukannya kedalam kepalan tangan sebagai perlambangan perstuan serta mengakhiri persengketaan kedua belah pihak. Satu “rekayasa suci” yang dilakukan oleh Bob Marley untuk meretas kembali perdamaian yang ternodai oleh kepentingan politik yang maha tega.

Tour dunia Bob Marley and The Wailers yang dimulai dari Amerika dan berakhir di Hawai sukses besar. Tercatat, dalam tour dunia ini Bob Marley and The Wailers menjalani 71 kali pertunjukan. Syair-lagu, Reggae, Serta, Bob Marley, bagaikan sihir yang mampu menciptakan daya magis tersendiri. Lewat Reggae dan Bob Marley, Rastafarian yang sangat identik dengan Bob Marley and The Wailers mulai dikenal oleh masyarakat dunia. Sabda-sabda sang nabi telah menyebarkan benih-benih perdamaian, keadilan, dan kesejahteraan ras. Atas jasa-jasanya ini, Bob Marley mendapatkan medali Thind World Peace dari delegasi Afrika di PBB. Setelah tour dunia usai, untuk beberapa saat Bob Marley beristirahat di Addis Ababa Afrika dan kembali ke Jamaika sekitar tahun 1979. Kembali pada kesibukan bermusik, Bob Marley and The Wailers telah siap dengan materi album berikutnya. Afrika Unite, Zimbabwe, So Much Trouble in The World, Third World, dan Ambush in The Night, diluncurkan dengan title Survival. Dalam satu kesempatan, Bob Marley mendapat undangan kehormatan dari Rhodesia Afrika dan tampil di Zimbabwe Independence Concert-Rufaro Stadium-Salisbury, menjadi aksi diturunkannya bendera kolonial, Union Jack. Album berikutnya kembali dirilis dan langsung dilanjutkan dengan tour Uprising Tuff Gong di Eropa dan Amerika, dan sebagai akhir kerjasama Bob Marley and The Wailers dengan Island Record sesuai dengan kontrak yang disepakati.

Satu tawaran kontrak besar datang dari perusahaan musik internasional Polly Gram Record untuk lima album senilai 10 juta dollar dan 3 juta dollar untuk merilis album musisi-musisi Jamaiak yang berada di bawah naungan Tuff Gong Record. Bukti sahih betapa Reggae yang begitu identik denagn Afrika dan Rastafarian telah begitu diterima oleh khayalak musik dunia. Akan tetapi “Sang Nabi” yang manusia biasa, tidak menyadari bahwa penyakit yang dideritanya telah semakin parah. Sementara itu satu jadwal konser di Stanley Theater-Pensylvania Amerika telah menunggu. Kesehatan Bob Marley yang telah menurun drastis, tidak menyurutkan rasa profesionalisme dan kecintaannya pada musik untuk memilih tetap tampil walaupun dokter pribadinya (dr. Frazier) merekomendasikannya untuk beristirahat total. Bob Marley and The Wailers kembali memainkan “ritual” Reggae-nya. Sang Nabi mulai berjingkrak, memejamkan mata, mengacungkan kepalan tangan sebagai simbol perlawanan sambil melantunkan sabda-sabda Rastafarian yang mengalir masuk membasahi jiwa-jiwa penggemarnya. Kemudian brlanjut dengan satu lagu versi akustik Redemption Song yang dinyanyikan sendiri oleh Bob Marley. Tembang Redemption Song mengalun dalam kemuliaan syairnya, semulia sang pelantun dalam penghayatannya, seakan menyadari ini bahwa ini adalah sabda terakhir Sang Nabi untuk dunia.

Lanjut ke part 2
Semoga Bermanfaat

Helat Konser 30 Tahun Slank

Info terbaru nih buat temen-temen slankers. Tak terasa Slank telah mewarnai belantika musik Indonesia selama 30 tahun. Rencananya, band yang terbentuk pada Desember 1983 ini akan menggelar konser peringatan hari jadinya ke 30 kota di tanah air.
Tak main-main, rencananya konser ini akan didukung oleh Menteri Perdagangan, Gita Wiryawan.
"Tahun 2013 ini jatuh 30 tahun Slank. Dan mereka akan menyelenggarakan kegiatan cukup berarti. Mereka akan menggelar konser di luar negeri. Di Indonesia mereka akan konser di 30 kota selama 30 jam. Dan rencananya akan diselenggarakan antara November atau Desember. Dari Banyuwangi sampai Jakarta di kereta," kata Gita Wiryawan di Markas Slank, Jl Potlot, Duren Tiga, Jakarta Selatan (2/8).
Menteri yang juga pebisnis dan musisi ini sangat getol dalam memberantas pembajakan di Indonesia. Ia mengapresiasi karya anak bangsa, khususnya musik.
"Mudah-mudahan kami dari Kementrian Perdagangan dan pihak terkait bisa mengurangi pembajakan. Kami bisa memberikan apresiasi untuk pemusik," imbuh Gita.
Gita pun mengungkap komitmennya untuk melindungi hak cipta. "Kami punya Dirjen Perlindungan Konsumen. Di sini bisa melindungi hak cipta dan karya yang selama ini menghasilkan selama ini," tandasnya.

Myles Kennedy Biography



Myles grew up on a farm in Spokane, Washington, after moving there as a child from northern Idaho. He attended Mead High School on the north side of Spokane, along with his future Mayfield Four band-mates Marty Meisner, Zia Uddin and Craig Johnson.

Myles started out as a 15-year-old Jimmy Page wannabe. Using a tennis racket for a guitar, Kennedy would stand before his bedroom mirror for hours on end, playing all the classics: "Immigrant Song," "Black Dog," "Dazed And Confused," and "Communication Breakdown." At first he didn’t even consider trying to learn guitar – it looked too hard! But when he finally decided to try, his father offered to pay him for cleaning out horse stalls at a dollar a stall so he could earn the money for the guitar.

With guitar playing influences span such artists as Led Zeppelin to John Sykes and Blue Murder, his vocal influences reflect a different source. Myles found his voice through hours of listening to his parents' Stevie Wonder and Marvin Gaye albums. He also enjoys a lot of the Stax/Volt stuff and Otis Redding, considering this to be the backbone of pop music.

During high school, Myles played guitar in his high school’s jazz band, as well as playing the trumpet with the school band. At night, he played lead guitar in a local heavy metal band called Bittersweet with future Mayfield Four drummer Zia Uddin.“We used to get up every morning and go to school, then play in the bars four hours a night, six nights a week. We've been out for a long time (KNRK interview, 2001).” After graduation, Myles went through the Commercial Music/Jazz Studies program at Spokane Falls Community College. It was around this time that he showed off his jazz guitar talents around Spokane with the Cosmic Dust Fusion Band (which released Journey in 1991).

In the early 1990’s, while the Seattle sound was making waves, Myles rebelled against the new sound, focusing more on R&B music like Marvin Gaye and Stevie Wonder. He ended up forming a much different sound than was popular at the time: Citizen Swing. With a sound that fused rock with R&B, Citizen Swing put out two albums. Myles wrote the music for 1992’s Cure Me with the Groove and then wrote all music and lyrics for 1995’s Deep Down.

Soon after the release of Deep Down, Citizen Swing disbanded. Myles put together a new band with a new sound - the Mayfield Four. Their sound has been described as “Jeff Buckley meets Soundgarden during Zeppelin Tribute Night”. And by 1997, they had recorded a 3 song EP which caught the attention of Epic. This was followed by the release of a live EP: Motion in 1997, recorded at a show in Spokane. Then the next year, their first full-length album was released: Fallout (1998). This was followed by 15-months of touring, with such acts Big Wreck, The Watchmen, Fuel and Zebrahead. It also included a tour in the summer of 1998 with Creed, introducing Myles’ voice to future band mates Mark Tremonti, Brian Marshall and Scott Phillips.
After the Fallout tour, original Mayfield Four guitarist Craig Johnson was fired from the band, leaving the three, Myles, Marty, and Zia, to write and record their sophomore effort – Second Skin (2001). Myles wrote about 100 songs during this time, and the band demoed about 25 of them. The new album was a departure from what was laid out in Fallout, having a more hard-rocking and aggressive feel than the first album. It was also during this time that Myles landed a roll in the movie Rockstar (2001), playing a fan of the fictitious rock band Steel Dragon who gets a chance to get up on stage and sing (yes, that’s him singing in the movie but no, that’s not his real hair).

For the Second Skin tour, Mayfield Four added Modwheelmood frontman (and current NIN keyboard player) Alessandro Cortini on guitars, touring around the country with Everclear, American Hi-Fi and Flipp.

Myles has also appeared on other albums as well. He laid down guitar solos with two up-beat jazzy rock tunes from Mulligan’s Striped Suit: Low Fi (2001). Vocally, he has contributed to “Breakthrough” on Big Wreck’s The Pleasure and the Greed and “Ducked Out” on Five Foot Thick’s Blood Puddle (2003).

The Mayfield Four played their last public show in October 2001. In 2002, the Mayfield Four broke up and parted ways with Epic Records because, according to Myles, "it felt like the machine was pushing the band" (Jordan, 2004). Myles began working on new music. Unfortunately, it was during this time that he damaged his ears by listening to music on his headphones at volumes that were too high. This resulted in tinnitus, a term given to describe the ringing or buzzing some people hear despite absence of an external sound. Myles was left with the possibility of never playing in rock ‘n’ roll the way he always had. He continued to work on his music, but with more of an acoustic approach.

Then, in late November of 2003, Mark Tremonti called Myles to see if he was interested in laying down some vocal tracks on a few songs he had written. The result was the ultimate formation of Alter Bridge in January of 2004, with Myles joining up with former Creed musicians Mark Tremonti, Brian Marshall, and Scott Phillips. Mark had already written most of the music for One Day Remains (2004) though Myles co-wrote “Find the Real”, “One Day Remains,” “Open Your Eyes”, “Metalingus,” and “The End is Here” with Tremonti. The album went on to be certified gold with multiple tours across the U.S. and Europe from 2004 to 2005.

For 2007’s Blackbird, Myles and Mark formed a true collaboration, allowing both Myles and Mark to express their different, but complementary guitar styles. Thus, unlike on One Day Remains, you’ll hear Myles playing guitar as well as singing on all the songs.

Interesting quotes from Myles Kennedy:
“I have learned just to stay honest, to have integrity and maintain that. If people like it, great, if not you have to stay true to yourself as an artist, as a band. That's hard to do especially nowadays.” (From Virginmega.com website, 2001)

7 Legenda Musik Lahir Kembali Dalam Kepingan CD




Para bintang rock ini memang sudah tak lagi aktif berkarya. Bahkan mereka sudah meninggal dunia. Namun kenangan akan mereka tak akan pernah sirna.
Seperti yang dilakukan oleh seniman Mirco Pagano, 29, dan Moreno De Turco, 25, ini. Mereka membuat karya seni berupa replika tubuh para bintang rock besar dengan media keping CD. Membutuhkan waktu 200 jam, mereka berdua menggunakan CD milik musisi itu sendiri untuk membuat replikanya.

Karya ini sendiri dibuat sebagai bentuk perlawanan Mirco dan Moreno terhadap pembajakan. Penasaran dengan siapa saja musisi tersebut dan bagaimana replikanya? Yuk kita intip di sini.

Freddie Mercury
Yang pertama adalah sang mega bintang vokalis band Queen, Frredie Mercury. Karya ini sendiri diberi judul Too Much Love Will Kill You. Benar-benar karya yang luar biasa.

James Brown
Karya berjudul Cant Stay Your Love ini adalah replika dari penyanyi James Brown. Meskipun hanya terbuat dari tumpukan CD, karya ini terlihat begitu nyata dan megah.

Jim Morrison
Ini adalah karya replika vokalis The Doors, Jim Morrison. Diberi judul This Is The End, Mirco dan Moreno membuat Jim seolah sedang bernyanyi di atas panggung. Gayanya pun sama dengan yang biasanya Jim lakukan.

Jimi Hendrix
Judul karya ini adalah I Don't Live Today. Sebuah replika Hendrix yang sangat indah. Tak hanya Hendrix, Mirco dan Moreno juga membuat replika gitar yang sedang dipegang Hendrix.

Bob Marley
Selanjutnya adalah dewanya para pecinta reggae. Ya, opa Bob Marley. Saking luar biasanya seniman ini, mereka juga bisa menggambarkan rambut gimbal milik Bob Marley meskipun hanya dari tumpukan CD.

Elvis Presley
Karya berjudul Dont Be Cruel ini tentu kepunyaan sang maestro rock n roll, Elvis Presley. Jambul ciri khas Elvis nampak begitu nyata di replika ini. Lebih keren lagi adalah keping CD yang menggambarkan baju Elvis nampak begitu menyala dan bersinar.

Michael Jackson
Dan yang terakhir ada replika sang raja pop dunia, Michael Jackson. Dengan melihat karya ini tentunya Anda tak akan berhenti untuk berdecak kagum. Bagaimana tidak, replika keping CD ini tampak begitu nyata dan hidup. Bahkan nampak seperti timbul. Dengan ekstensi cahaya dari TV, makin membuat Jackson seperti berada di atas panggung.

Habiskan 1000 Tahun untuk Dengarkan Sebuah Lagu


MENDENGARKAN Six Degrees of Inner Turbulence milik Dream Theater yang berdurasi 42 menit saja sudah bosan dan lelah. Lalu bagaimana seandainya kamu diharuskan mendengarkan lagu yang berdurasi 639 atau bahkan 1000 tahun? Memang ada? Tentu saja, inilah tiga lagu yang memiliki durasi terlama di dunia. Penasaran? Let’s check these out, guys!

1. Like a Wall in Which an Insect Lives and Gnaws by Bull of Heaven

Band yang berasal dari Denver, Colorado, Bull of Heaven sudah tidak asing lagi di catatan rekor dunia. Berkali-kali mereka berhasil menembus Guinness Book of Records, yaitu dengan menciptakan lagu berdurasi terlama. Pertama, mereka menciptakan sebuah lagu berjudul The Chosen Priest And Apostle Of Infinite Space. Saat itu, band bentukan duo Clayton Counts dan Neil Keener itu masih berdurasi 1453 jam atau kurang lebih dibutuhkan waktu 2 bulan untuk mendengarkan lagu itu sampai tuntas. Namun, tak lama setelah itu, rekor kembali mereka pecahkan. Lagu berjudul A Violet Breath mengikuti kesuksesan lagu sebelumnya. Untuk mendengarkan lagu kedua mereka, kamu membutuhkan waktu 9772 jam atau sekitar 8-9 bulan. Tak berhenti di situ, mereka kembali menggemparkan dunia dengan ciptaan lagu berjudul Like a Wall in Which an Insect Lives and Gnaws yang memiliki durasi ekstrem, yakni 5,7 tahun! Tak puas dengan sabetan rekor dunia yang mereka raih, Bull of Heaven dikabarkan akan membuat proyek lagu yang berdurasi super ekstrem, 1000 tahun! Well, akankah mereka masih bertahan hidup saat lagu itu siap dirilis? Hmmm…
2. Longplayer by Jim Finer

Gubahan musik karya Jim Finer ini sebenarnya memiliki durasi 20 menit 20 detik saja. Namun, melalui bantuan algoritma komputer dan penambahan beberapa variasi, lagu ini bisa dimainkan hingga 1000 tahun tanpa berhenti. Pertama kali dimainkan pada 1 Januari 2000, Longplayer diperkirakan akan selesai dimainkan pada 31 Desember 2999. Setelah itu, lagu itu akan memutar kembali hingga 100 tahun selanjutnya, begitu seterusnya. Saat ini kamu dapat mendengarkan lagu itu di Millennium Dome di London, 19th Century Lighthouse di Trinity Buoy Wharf dan tempat-tempat umum lainnya di Inggris, Amerika, Australia, dan Mesir. Masih penasaran bagaiman lagunya? Kamu bisa kok mendengarkannya di http://www*longplayer*org/

3. ASLSP (As Slow As Possible) by John Cage

Proyek seorang komposer bernama John Cage ini dimulai pada tahun 2001 silam. Sebenarnya, ASLSP merupakan gubahan dari karya Cage pada tahun 1987 yang berdurasi hanya 20-70 menit. Namun Cage mengatakan , bahwa lagu buatannya ini dibuat untuk dimainkan selambat mungkin. Yap, misinya adalah membuat lagu berdurasi pendek itu menjadi 639 tahun dengan menggunakan organ pipa yang telah diproses bersama suatu alat, agar terus memainkan kubahan musik tersebut terus menerus. Namun meski begitu, ada saat jeda setiap pergantian akord. Musik ini dibuat untuk organ dan piano, sayangnya hingga saat ini not yang sudah jadi hanya sampai tahap ke-6. Lokasi pembuatan dan pelaksanaan lagu ini berada di Gereja Sankt Burchardi, Halberstadt, Jerman. Sebagai perdana, Diane Luchese memainkan lagu ini pada 5 Februari 2000 selama hampir 15 jam nonstop, dari 8:45 AM sampai 11:41PM di Harold J. Kaplan Concert Hall. Ini adalah permainan satu lagu terpanjang yang pernah dimainkan manusia dan didokumentasikan. Amazing!

Semoga Bermanfaat
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Fadly Bachtiar - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger